Jumat, 06 November 2015

Perbedaan antara Teks Biografi  Soekarno dan Teks Biografi John F. Kennedy
No
Perbedaan Informasi Tokoh
Informasi Tentang Soekarno
Informasi Tentang John F.Kennedy
1
Soekarno lahir di Blitar ,6 juni 1901
 Tidak ada informasi tentang kelahiran JFK
2
Soekarno anak dari Raden dari raden Soekami dan Ida ayu Rai
 John  F.Kennedy anak dari pasangan Joseph Patrick kennedy dan Rose Fitzgerald
3
 Dari keluarga yang berketuruna Darah Bangsawan
keluarga dari Amerika yang terkenal kaya dan terpandang
4
 Menempuh Pendidikan tinggi dan lulus dari sekolah Teknik Tinggi di Bandung Tahun 1925, saat ini sering disebut dengan istilah ITB (Institut Teknik Bandung)
 Menempuh Pendidikan di Canterbury School,kemudian keluar,lalu pindah di Choate Prepatory School  Di Wallingford tahun 1935
5
 Sebagai mahasiswa di bidang teknik dan terbilang pintar
 Sebagai seorang Atlet yang baik dan pintar
6
Lulus tahun 1926 Soekarno memuatkan ide-ide dalam artikel yang berjudul Nasionalisme ,islam,dan marxisme yang berarti ide persatuan antar kelompok yang kemudian menandai pemikiran politiknya sepanjang kariernya
 Lulus tahun1940 John F.Kennedy memuatkan karya tulisan dalam buku Why england slept mendapat perhatian di AS dan Inggris
7
 Pada tahun 1927 di bentuklah Partai Nasional Indonesia (PNI)dengan menerapkan sikap nonkooperasi dengan Belanda yang membuatnya keluar masuk tahanan
 Pada awal tahun 1943 JFK  berdinas sebagai komandan PT Boat 109 di Pasifik Selatan
8
 Tahun 1929 Soekarno di tahan oleh Belanda di penjara Sukamiskin ,Bandung karena aktifitas politiknya
 Pada Agustus 1943 kapal yang di pimpin John F.kennedy dihantam destroyer Jepang di perairan New Georgia ,Kepulauan Soloman dan akhirnya kapal terbelah 2 dan 12 orang awaknya tewas
9
 Pada 17 Agustus 1945 ,Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan indonesia
 Tahun 1944 JFK terjun ke dunia politik dan ia tercatat menjadi anggota House of Representatives dan menjadi anggota Kongres dan Senat
10.
Pada akhir tahun 1956 Soekarno membubarkan semua partai politik ,dia kemudian membentuk Demokrasi Terpimpin tahun 1959


Rabu, 07 Oktober 2015

Cerpen Banun

ABSTRAK =Hari mulai malam hanya sedikit lampu yang menerangi jalan menuju rumah sita rumah yang begitu kecil dan hanya ada lampu 5 what dan suara jangkrik yang menemani hari-hari sita dan keluarganya diwaktu malam hari tiba maalam yangpenuh dengan kesunyian di rumah sita .
ORIENTASI =Pada pagi itu ada seorang gadis yang bernama sita dia anak orang miskin orang tuanya hanya bekerja sebagai buruh cuci dan tukang becak.sita adalah seorang pelajar yang bersekolah di SMA N 30 SEMARANG sita anak yang rajin dan pandai tetapi dia tidak mempunyai teman hanya karena dia anak orang miskin tidak mempunyai apaa-apa.disaat sita sedang berjalan ada temannya yang bernama siska,siska adalah anak yang paling tidak suka dengan sita karena siska iri dengan kepandaian yang dimiliki sita. saat sita sedang berjalan siska selalu mengejek sita ''EH... orang miskin,jelek,bau lagi hahahaha'' dengan mata yang berkaca-kaca sita menahan air matanya.
KOMPLIKASI = Setiap pulang sekolah sita selalu membantu kedua orang tuanya berjualan kue keliling.meskipun sita merasa lelah dan ingin beristirahat tetapi sita harus mencari uang untuk kehidupan sehari-harinya dan juga umtuk membayar uang sekolah sita,karena sita tidak mau berhenti sekolah begitu saja,sita ingin cita-citanya menjadi dokter tercapai untuk membahagiakan kedua orangtuanya.jalan demi jalan sita lewati untuk berjualan kue keliling sampai dia harus berteriak ''kue,kue,kue buk silahkan kuenya dibeli murah dan enak buk kuenya silahkan dibeli''
''nak,ibuk mau beli kuenya ya 10 macam saja'
''oh....ya buk sebentar ya '' demgam rasa bahagia sita melayani ibuk tadi
''ini buk kuenya,harganya 5000''ibuk itu langsung memberikan uang 5000 kepada sita,sungguh bahagia sita menerima uang dari pembeli itu meskipun hanya 5000 saja tetapi uang segitu sangat berharga bagi sita.jalan demi jalan tempat demi tempat sita lewati untuk berjualan kue.dan pada akhirnya sita berhenti di depan rumah yang sangat besar dan bagus.didepan rumah itu sita melepas lelahnya untuk beristirahat sebentar.tidak lama sita beristirahat pemilim rumah itu keluar dan sita terkejut ternyata rumah itu milik siska yang selalu mengejeknya.siska pun terkejut melihat sita duduk di depan rumahnya
''EH...kamu ngapain ada didepan rumahku ''
''aku cuma numpang istirahat sebentar kok sis''
''ISTIRAHAT! enak aja kamu istirahat di depan rumahku!!!! sambil melempar dagangannya sita dan mengusirnya.
EVALUASI = Keluarga siska memang kaya tetapi tidak seharusnya siska merendahkan sita ysng hanya anak orang miskin,tetapi semangat sita untuk meraih cita-citanya menjadi dokter sangat besar dengan cara sita rajin belajar.tidak seperti siska yang hanya bergantung pada orang tuanya saja.
RESOLUSI =Sita memang anak orang miskin tetapi dia tetap berusaha untuk menggapai cita-citanya menjadi dokter.ujian sudah dekat sita menghabiskan waktunya untuk belajar dan belajar.besok senin adalah ujian pertama sita,sita bisa mengerjakan soal-soal ujian itu dengan mudah ujian kedua sampai ujian terakhir berhasil sita laksanakan.tinggal sita menunggu hasil ujiannya saja.besok adalah hari yang ditunggu sita dan temannya hari dimana pengumuman kelulusan diumumkan.setelah lama menunggu akhirnya kepala sekolah mengumumkan siapa siswa yang mendapatkan peringkat 1 dan beasiswa bersekolah di UGM.dan ternyata yang mendapatkan adalah sita,sungguh bahagianya sita saat dia bisa meneruskan ke universitas yang dia inginkan,sita langsung memeluk kedua orangtuanya dengan sanhgat bahagia.
KODA =1minggu sesudah pengumuman kelulusan sita melanjutkan sekolahnya di universitas gajah mada yogyakarta dengan mengambil jurusan kedokteran semangat sita belajar kini membuahkan hasil yang besar,kini sekarang sita sudah sukses karena kerja keras dia selama ini .sungguh bahagia sekali keluarga sita.

Periodisasi Sastra DiIndonesia

PERIODESASI SATRA INDONESIA 
Angkatan Balai Pustaka (1920—1933)
Balai Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an kegiatannya dikenal banyak pembaca (Purwoko, 2004: 143). Berawal ketika pemerintah Belanda mendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesar F.25.000 setiap tahun guna keperluan sekolah bumi putera yang ternyata justru meningkatkan pendidikan masyarakat. Commissie voor de Inlandsche School-en Volkslectuur, yang dalam perkembangannya berganti nama Balai Poestaka, didirikan dengan tujuan utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat” bagi penduduk pribumi yang menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat. Sebagai pusat produksi karya sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi signifikan (Purwoko, 2014: 147), yaitu
  1. merekrut dewan redaksi secara selektif
  2. membentuk jaringan distribusi buku secara sistematis
  3. menentukan kriteria literer
  4. mendominasi dunia kritik sastra
Pada masa ini bahasa Melayu Riau dipandang sebagai bahasa Melayu standar yang yang lebih baik dari dialek-dialek Melayu lain seperti Betawi, Jawa, atau Sumatera. Oleh karena itu, para lulusan sekolah asal Minangkabau, yang diperkirakan lebih mampu mempelajari bahasa Melayu Riau, dipilih sebagai dewan redaksi. Beberapa diantaranya adalah Armjin Pene dan Alisjahbana. Angkatan Balai Poestaka baru mengeluarkan novel pertamanya yang berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920-an. Novel yang mengangkat fenomena kawin paksa pada masa itu menjadi tren baru bagi dunia sastra. Novel-novel lain dengan tema serupa pun mulai bermunculan. Adapun ciri-ciri karya sastra pada masa Balai Poestaka, yaitu
  1. Gaya Bahasa : Ungkapan klise pepatah/pribahasa.
  2. Alur : Alur Lurus.
  3. Tokoh : Plot karakter ( digambarkan langsung oleh narator ).
  4. Pusat Pengisahan : Terletak pada orang ketiga dan orang pertama.
  5. Terdapat digresi : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting, yang dapat menganggu kelancaran teks.
  6. Corak : Romantis sentimental.
  7. Sifat : Didaktis (pendidikan)
  8. Latar belakang sosial : Pertentangan paham antara kaum muda dengan kaum tua.
  9. Peristiwa yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.
  10. Puisinya berbentuk syair dan pantun.
  11. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.
  12. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.
Angkatan Pujangga Baru (1933—1942)
Pada tahun1933, Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sultan Takdir Alisjahbana mendirikan sebuah majalah yang diberi nama Poejangga Baroe. Majalah Poedjangga Baroe menjadi wadah khususnya bagi seniman atau pujangga yang ingin mewujudkan keahlian dalam berseni.Poedjangga Baroe merujuk pada nama sebuah institusi literer yang berorientasi ke aneka kegiatan yang dilakukan para penulis pemula. Majalah ini diharapkan berperan sebagai sarana untuk mengoordinasi para penulis yang hasil karyanya tidak bisa diterbitkan Balai Poestaka (Purwoko, 2004: 154).
Selain memublikasikan karya sastra, majalah ini juga merintis sebuah rubrik untuk memuat esai kebudayaan yang diilhami oleh Alisjahbana dan Armijn Pane. Kelahiran majalah Poedjangga Baroe menjadi titik tolak kebangkitan kesusastraan Indonesia. S.T. Alisjahbana, dalam artikel Menudju Masjarakat dan Kebudajaan Baru, menjelaskan bahwa sastra Indonesia sebelum abad 20 dan sesudahnya memiliki perbedaan yang didasari pada semangat keindonesiaan dan keinginan yang besar akan perubahan.
Adapun karakteristik karya sastra pada masa itu terlihat melalui roman-romannya yang sangat produktif dan diterima secara luas oleh masyarakat. Pengarang yang paling produktif yaitu Hamka dan Alisjahbana. Hamka, dalam Mengarang Roman, mengatakan Roman adalah bentuk modern dari hikayat. Roman memperhalus bahasa yang sebelumnya sangat karut marut menyerupai kalimat Tionghoa sehingga secara tidak langsung roman-roman yang ada mampu memicu minat baca masyarakat yang awalnya tidak gemar membaca.
Berdasarkan isi cerita, tema-tema yang ada memperlihatkan kecenderungan para pengarang yang membuat tokoh-tokoh dalam ceritanya berakhir pada kematian. Pengaruh Barat yang sangat kental pada perkembangan sastra Indonesia dalam periode Pujangga Baru menghasilkan beberapa perbedaan pandangan dalam kalangan sastrawan pada saat itu.Sebagai contoh, novel pertama yang diterbitkan majalah ini,Belenggu, pernah ditolak oleh Balai Pustaka karena dianggap mengandung isu tentang nasionalisme dan perkawinan yang retak. Dengan alasan didaktis, kedua isu budaya tersebut dianggap tidak cocok dengan kebijakan pemerintah kolonial.
Angkatan ’45
Munculnya Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia dengan menampilkan sajak-sajak yang bernilai tinggi memberikan sesuatu yang baru bagi dunia sastra tanah air. Bahasa yang dipergunakannya adalah bahasa Indonesia yang berjiwa. Bukan lagi bahasa buku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra (Rosidi, 1965: 91). Dengan munculnya kenyataan itu, maka banyaklah orang yang berpendapat bahwa suatu angkatan kesusateraan baru telah lahir. Angkatan ini memiliki beberapa sebutan, yaitu Angkatan ’45, Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Perang, Angkatan Sesudah Perang, Angkatan Sesudah Pujangga Baru, Angkatan Pembebasan, dan Generasi Gelanggang.
Angkatan ’45 adalah angkatan yang muncul setelah berakhirnya Angkatan Pujangga Baru. Angkatan ini terbentuk karena Angkatan Pujangga Baru dianggap gagal menjalankan gagasannya. Pujangga Baru yang semula memiliki gagasan baratisasi sastra Indonesia, nyatanya hanya mentok pada belandanisasi. Dengan kata lain, tokoh-tokoh atau karya-karya seni dan sastra yang diambil sebagai acuan dan sumber inspirasi hanya berasal dari negeri Belanda saja, bukan dari penjuru Barat. Untuk meluruskan persepsi tersebut, muncullah Angkatan ’45 sebagai gantinya.
Keberadaan angkatan ini erat hubungannya dengan Surat Kepercayaan Gelanggang. Konsep humanisme universal menjadi acuan Perkumpulan Gelanggang karena mereka merasa karya-karya yang dibuat oleh Angkatan Pujangga Baru kurang realistis pada masa itu. Angkatan Pujangga Baru yang beraliran romatis dinilai terlalu utopis dan hanya mementingkan estetika. Berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru, Angkatan ’45 beraliran ekspresionisme-realistik. Karya-karya yang dihasilkan bergaya ekspresif, menggambarkan identitas si seniman dan juga realistis. Dalam hal ini, realistis berarti fungsional atau berguna untuk masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Angkatan ’45 menganut pendapat seni untuk masyarakat, sementara Pujangga Baru menganut pendapat seni untuk seni.
Tema yang banyak diangkat dalam karya-karya seni Angkatan ’45 adalah tema tentang perjuangan kemerdekaan. Dari karya-karya bertemakan perjuangan itulah amanat yang menyatakan bahwa perjuangan mencapai kemerdekaan tak hanya dapat dilakukan melalui politik atau angkat senjata, tetapi perjuangan juga dapat dilakukan melalui karya-karya seni. Angkatan ’45 mulai melemah ketika sang pelopor, Chairil Anwar, meninggal dunia. Selain itu, Asrul Sani, yang juga merupakan salah satu pelopor mulai menyibukkan diri membuat skenario film. Kehilangan akan kedua orang tersebut membuat Angkatan ’45 seolah kehilangan kemudinya. Akhirnya, masa Angkatan ’45 berakhir dan digantikan dengan Angkatan’50.
Angkatan ’45 memiliki gaya yang berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru. Gaya ini dipengaruhi oleh kondisi politik masing-masing angkatan. Angkatan Pujangga Baru memiliki gaya romantis-idealis karena pada saat itu perjuangan kemerdekaan belum sekeras yang dialami Angkatan ’45. Sementara Angkatan ’45 yang terbentuk pada saat gencarnya perjuangan kemerdekaan memilih gaya ekspresionisme-realistik agar dapat berguna dan diterima oleh masyarakat. Pada akhirnya, semua angkatan yang ada sepantasnya menyadari fungsi sosial mereka. Setiap angkatan harus memikirkan letak kebermanfaatan mereka bagi masyarakat karena mereka hidup dan tumbuh di dalam masyarakat.
Angkatan 1950
Angkatan ini dikenal krisis sastra Indonesia. Sejak Chairil Anwar meninggal, lingkungan kebudayaan “Gelanggang Seniman Merdeka” seolah-olah kehilangan vitalitas. Salah satu alasan utama terhadap tuduhan krisis sastra tersebut adalah karena kurangnya jumlah buku yang terbit. Sejak tahun 1953 , Balai Pustaka yang sejak dulu bertindak sebagai penerbit utama buku-buku sastra, kedudukannya sudah tidak menentu (Rosidi, 1965: 137). Sejak saat itu aktivitas sastra hanya dalam majalah-majalah, seperti Gelanggang/Siasat, Mimbar Indonesia, Zenith, Poedjangga Baroe, dll.
Karena sifat majalah, maka karangan-karangan yang mendapat tempat terutama yang berupa sajak, cerpen, dan karangan-karangan lain yang tidak begitu panjang. Sesuai dengan yang dibutuhkan oleh majalah-majalah, maka tak anehlah kalau para pengarangpun lantas hanya mengarang cerpen, sajak, dan karangan lain yang pendek-pendek (Rosidi, 1965: 138). Hal itulah yang memunculkan istilah “sastra majalah” pada masa itu. Berikut pendapat Soeprijadi Tomodihardjo, dalam artikelnya “Sumber-Sumber Kegiatan”1
  1. Kesusastraan sedang memasuki masa krisis, masalah kualitas dan kuantitas.
  2. Ekspansi ideologi ke dalam dunia seni mengakibatkan banyak orang meninggalkan nilai-nilai seni yang wajar, dan ideologi politik kian menguat.
  3. Seni dan politik adalah pencampuradukan yang lahir dari kondisi masa itu.
  4. Pada masa itu pula telah lahir organisasi-organisasi kegiatan kesenian yang mengarahkan kegiatanya pada seni sastra dan seni drama.
  5. Hal ini mengindikasikan seni mendapat perhatian.
  6. Kesusastraan berhubungan erat dengan adanya tempat berkegiatan, Jakarta di angggap sebagai pusatnya. Anggapan ini diluruskan, Jakarta hanya sebagai pusat produksi dan publikasi
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa angkatan 1950 merupakan angkatan yang sepi oleh karya karena sastra Indonesia yang ada dianggap sudah tidak lagi memiliki identitas, kesusasteraan mengalami krisis baik kualitas maupun kuantitas karena lahirnya pesimisme dan penggunaan seni ke ranah politik yang tidak dibarengi dengan tanggung jawab.
Angkatan 1966
Adalah suatu kenyataan sejarah bahwa sejak awal pertumbuhannya sastrawan-sastrawan Indonesia menunjukkan perhatian yang serius kepada politik (Rosidi, 1965: 177). Pada masa ini sastra sangat dipengaruhi oleh lembaga kebudayaan seperti Lekra dan Manikebu. Pada tahun 1961 Lekra,organ PKI yang memperjuangkan komunisme, dinyatakan sebagai organisasi kebudayaan yang memperjuangkan slogan “politik adalah panglima”. Sementara Menifes Kebudayaan merupakan sebuah konsep atau pemikiran di bidang kebudayaan dan merupakan sebuah reaksi terhadap teror budaya yang pada waktu itu dilancarkan oleh orang-orang Lekra. Manifes kebudayaan di tuduh anti-Manipol dan kontra Revolusioner sehingga harus dihapuskan dari muka bumi Indonesia. Pelarangan Manifes Kebudayaan diikuti tindakan politis yang makin memojokkan orang-orang Manifes Kebudayaan, yaitu pelarangan buku karya pengarang-pengarang yang berada di barisan. Adapun buku-buku yang pernah dilarang, antara lain Pramudya Ananta Toer, Percikan Revolusi, Keluarga Gerirya, Bukan pasar Malam ,Panggil Aku Kartini Saja , Korupsi dll; Utuy T. Sontani, Suling, Bunga Rumah makan,Orang-orang Sial, Si Kabayan dll; Bakri Siregar, Ceramah Sastra, JejakLangkah , Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern.
Menurut H. B. Jassin, ciri-ciri karya pada masa ini adalah sebagai berikut
  1. mempunyai konsepsi Pancasila
  2. menggemakan protes sosial dan politik
  3. membawa kesadaran nurani manusia
  4. mempunyai kesadaran akan moral dan agama
Angkatan 70-an sampai sekarang
Pada masa ini karya sastra berperan untuk membentuk pemikiran tentang keindonesiaan setelah mengalami kombinasi dengan pemikiran lain, seperti budaya. Ide, filsafat, dan gebrakan-gebrakan baru muncul di era ini, beberapa karya keluar dari paten dengan memperbincangkan agama dan mulai bermunculan kubu-kubu sastra populer dan sastra majalah. Pada masa ini pula karya yang bersifat absurd mulai tampak.
Di tahun 1980—1990-an banyak penulis Indonesia yang berbakat, tetapi sayang karena mereka dilihat dari kacamata ideologi suatu penerbit. Salah satu penerbit yang terkenal sampai sekarang adalah Gramedia. Gramedia merupakan penerbit yang memperhatikan sastra dan membuka ruang untuk semua jenis sastra sehingga penulis Indonesia senantiasa memiliki kreativitas dengan belajar dari berbagai paten karya, baik itu karya populer, kedaerahan, maupun karya urban. Sementara setelah masa reformasi, yaitu tahun 2000-an, kondisi sastra tanah air dapat digambarkan sebagai berikut2
  1. Kritik Rezim Orde Baru
  2. Wacana Urban dan Adsurditas
  3. Kritik Pemerintah terus berjalan
  4. Sastra masuk melalui majalah selain majalah sastra.
  5. Sastra bersanding dengan Seni Lainnya, banyak terjadi alih wahana pada jaman sekarang
  6. Karya yang dilarang terbit pada masa 70-an diterbitkan di tahun 2000-an, banyak karya Pram yang diterbitkan, karya Hersri Setiawan, Remy Sylado, dsb.
Seperti seorang anak, Sastra mengalami masa pertumbuhan. Masa pertumbuhan sastra tidak akan dewasa hingga jaman mengurungnya. Sastra akan terus menilai jaman melalui pemikiran dan karya sastrawannya. Pada tahun 1970-an, sastra memiliki karakter yang keluar dari paten normatif. Pada tahun 1980-an hingga awal 1990-an, sastra memiliki karakter yang diimbangi dengan arus budaya populer. Pada tahun 2000-an hingga saat ini, sastra kembali memiliki keragaman kahzanah dari yang populer, kritik, reflektif, dan masuk ke ranah erotika dan absurditas

Tugas Mengomentari Meraih Impian

Menurut saya, kita harus menjadi orang yang tidak mudah menyerah, walaupun kita gagal kita tetap harus bangkit lagi, tidak mudah putus asa. karena dengan bersabar kita akan mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.

Kamis, 27 Agustus 2015

"klink" bunyi bbm terdengar. Ternyata tak kusangka bbm masuk itu dari orang yang tak ku kenal . Tetapi sepertinya aku tidak asing dengan orang itu.

ANALISIS CERPEN "JURU MASAK"

Unsur Intrinsik

1. Tema : Seorang Juru Masak yang bimbang
2. Penokohan : - Makaji : cerdas, lugu, tidak pilih kasih, rendah hati, dan ingkar janji
- Azrial: baik, bekerja keras, pantang menyerah, ulet, dan pendendam
- Mangkudun: sombong, tidak menghargai orang lain, egois, dan pemarah
- Renggogeni : baik, penyabar, penurut, patuh, dan pasrah
- Yusnaldi : Suka mengalah dan patuh
3. Alur : Regresif (campuran)
4. Latar : Kenduri, Rumah Makaji, Lareh Panjang, Jakarta, Rumah Mangkudun
Waktu : Sore dan Malam.
Suasana : Haru, menyedihkan, kebingungan,
5. Amanat : Makaji : Jangan terlalu menuruti keinginan anak.
Mangkudun : Jangan meremehkan orang lain.
Renggogeni : Beranikah mendapatkan hak mu.


Unsur Ekstrinsik

o Nilai Sosial : .."Sejak dulu, Makaji tidak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta, tak perduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya
o Nilai Moral : .."Merah padam muka Azrial"
o Nilai Sosial Budaya : "Para tetua kampung menyiapkan pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan pria. Para pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis orang terkaya di Lareh Panjang.


Masalah Yang Dihadapi Para Tokoh :
Tokoh Azrial
Permasalahan : Patah hati karena Magkudun ayah dari Renggogeni tidak merestui hubungan
mereka.
Solusi : Akhirnya Azrial pergi mengadu nasib ke Jakarta.
Tokoh Makaji
Permasalahan : Bimbang antara ikut anaknya ke Jakarta atau menepati janjinya membuatkan
makanan di kenduri Mangkudun.
Solusi : Ikut anaknya ke jakarta dan tidak memenuhi janjinya membuatkan masakan
kenduri Mangkudun.
Tokoh Mangkudun
Permasalahan :Tidak mengizikan anaknya menikah dengan Azrial karena menurutnya
keluarga Azrial tidak sederajad dengan keluarganya.
Solusi :Mangkudun menikahkan anaknya dengan laki laki lain yang menurutnya
pantas bagi anaknya.


Pertanyaan Cerpen ‘Juru Masak’
1. Masalah apa yang dihadapi oleh Azrial ?
Jawab : ~ Dulu Azrial hendak melamar seorang perempuan yang bernama
Renggogeni. Namun ditolak lamarannya oleh ayah Renggogeni yang
bernama Mangkudun, karena ayah Azrial hanya seorang juru masak.
~ Azrial hanya seorang tamatan Madrasah Aliyah dan bekerja honorer
sebagai sekertaris dikantor Kepala Desa dari itu Mangkudun tidak mau
menerimanya sebagai menantu.
2. Bagaimana Arial mengatasi masalahnya ?
Jawab: ~ Azrial pergi merantau ke Jakarta guna melakukan Renggogeni dan mencari
pekerjaan.
~ Awalnya ia hanya tukang cuci piring dirumah makan milik seorang perantau
Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu nasib di Jakarta. Berkat kegigihnya
mengumpulkan modal sedikit demi dari hasil kerja kerasnya, ia dapat
menjadi juragan dan dapat membangun 6 rumah makan padang.
3. Keputusan apa yang diambil oleh Azrial?
Jawab:~Azrial ingin mengajak ayahnya ke kota bersamanya karena ayahnya sudah tua
dan tinggal sendirian dirumah sejak ibunya meninggal.
~Jika ayahnya mau pergi ke Jakarta, ayahnya dapat menjadi juru masak di
salah satu restoran miliknya.
4. Menurut kalian apakah keputusan Makaji sudah tepat?
Jawab: Tidak tepat, karena seharusnya Makaji harus memasak di acara kenduri
Mangkudun, tetapi ia malah ikut Azrial ke Jakarta sehingga kenduri
Mangkudun tidak ramai.